- Kebanyakan ttingkah laku manusia adalah hasil belajarnya, karenanya dapat diubah dengan belajar.
- Target tingkah laku yang mudah diubah adalah tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Tingkah laku itu perlu dirinci dengan jelas indikatornya.
- Tingkah laku dapat diubah dengan memanipulasi kondisi belajar.
-
Tingkah laku siswa dapat diatur, diubah dengan memberikan konsekuensi terhadap tingkah laku.
- Meskipun ada keterbatasan
tertentu (pengaruh temperamen atau emosional), semua anak berfungsi lebuh
efektif jika mengalami konsekuensi yang tepat.
- Reinforcement merupakan konsekuensi yang memperkuat tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Hukuman konsekuensi yang melemahkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Ryn Hiola
Selasa, 04 Juni 2013
Prinsip-prinsip Pengubahan Tingkah Laku
Minggu, 02 Juni 2013
Langkah-langkah analisis pengubahan tingkah laku
Analisis pengubahan tingkah laku adalah prosedur yang dilaksanakan bertahap oleh guru atau konselor dalam menangani masalah tingkah laku siswa dengan maksud untuk memperbaiki tingkah laku siswa tersebut.
Langkah-langkah analisis pengubahan tingkah laku :
Langkah-langkah analisis pengubahan tingkah laku :
- mengidentifikasi tingkah laku yang paling perlu diubah, kemudian menentukan tingkah laku yang ingin dibentuk melalui perubahan itu.
- mengidentifikasi berbagai kemungkinan penyebab timbulnya tingkah laku bermasalah, dengan cara mengamati kondisi lingkungan dan kondisi pribadi.
- merencanakan dan melaksanakan suatu strategi pengubahan dengan memilih teknik pengubahan tingkah laku yang tepat.
- mengevaluasi proses dan hasil strategi pengubahan tersebut.
Rabu, 01 Mei 2013
Pendekatan Konseling Gestalt
Frederick Perls
(1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan
di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Masa mudanya adalahmasa masa-masa
yang penuh dengan masalah. Dia mengganggap dirinya sebagai sumber masalah dalam
keluarganya dan dia bermasalah dengan pendidikannya. Bahkan di kelas tujuh,
Frederick sempat tinggal kelas sebanyak dua kali dan bahkan keluar dari sekolah
karena dia memiliki masalah dengan gurunya.
Walaupun di masa
mudanya Frederick memiliki masalah dengan pendidikan, tetapi dia dapat
menyelesaikan sarjananya, dan pada tahun 1916 dia bergabung dengan angkatan
darat Jerman pada PD I.
Proses perkembangan
teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990).
Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan
teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah
seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang
pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori
Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi
untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka
menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt
Therapy.
Pandangan tentang manusia
Walaupun pada
awalnya Frederick merupakan pengikut aliran psikoanalisa, tetapi dalam
perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud.
Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang
manusia secara holistic. Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik
(intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick
memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada
pada apa yang dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah
dialamai oleh konseli, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada
bagaimana konseli berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini
(here and now) sebagai usaha untuk memahami diri daripada mengapa konseli
berperilaku seperti itu.
Teori Gestalt merupakan suatu
pendekatan konseling yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa individu harus
dipahami pada konteks hubungan yang sedang berjalan dengan lingkungan (ongoing
relationships). Sehingga salah satu tujuan konseling yang ingin dicapai oleh
Gestalt adalah menyadarkan (awareness) konseli terhadap apa yang sedang dialami
dan bagaimana mereka menangani masalahnya. Gestalt berkeyakinan bahwa melalui
kesadaran ini maka perubahan akan muncul secara otomatis.
Pendekatan Gestalt
mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada hanya
sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu,
konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli
berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan
sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara penuh” (fully present) dalam
proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan kontak yang murni
(genuine contacs) antara konselor dengan konseli.
Gestalt meyakini bahwa konseli adalah
sosok yang terus tumbuh dan memiliki kemampuan untuk berdiri di atas dua
kakinya sendiri serta mampu mengatasi masalahnya sendiri. Hal ini membuat
pendekatan Gestalt memiliki dua agenda besar dalam proses konseling yaitu, a)
menggerakkan konseli untuk berubah dari environmental support ke self-support
dan b) integrasi ulang terhadap bagian-bagian kepribadian yang tidak dimiliki
(reintegrating the disowned parts of personality).
Agenda sebagaimana
disebut di atas berpengaruh terhadap proses konseling yang akan dilakukan oleh
konselor. Dalam proses konseling, konselor tidak memiliki agenda khusus,
konselor tidak memiliki keinginan-keinginan, memahami bagaimana konseli
berhubungan dengan lingkungan secara saling ketergantungan (interdependence).
Hal ini mengarahkan konselor untuk menekankan proses dialog selama proses
konseling. Pendekatan ini akan menciptakan kontak yang spontan yang pada
akhirnya berujung pada bagaimana konselor dan konseli memahami proses konseling
itu sendiri (moment-to-moment experience).
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Yontef (1993)
menyatakan secara eksplisit bahwa, “In Gestalt therapy there are no
"shoulds." Instead of emphasizing what should be, Gestalt therapy
stresses awareness of what is. What is, is. This contrasts with any therapist
who "knows" what the patient "should" do”.
Pola pikir di atas menunjukkan bahwa
dalam proses konseling, konseli akan berusaha mengenali siapa dirinya dan
menjadi dirinya sendiri. Sebab Gestalt yakin bahwa permasalahan tidak akan
selesai jika konseli masih menjadi orang lain. Masalah akan selesai jika
konseli secara sadar memahami siapa dirinya. Sehingga, dalam proses konseling,
konseli akan difasilitasi untuk memahami siapa dirinya dan bukan diarahkan
untuk menjadi apa.
Prinsip Teori Gestalt
Prinsip Teori Gestalt
Dalam
terapi Gestalt, pengalaman menyeluruh (pikiran, perasaan dan sensasi tubuh)
dari individu menjadi perhatian yang sangat penting. Pendekatannya lebih
dipusatkan pada kondisi di sini dan saat ini (here and now) yaitu menyadari apa
yang terjadi dari waktu ke waktu (moment by moment).
Holism
keseluruhan merupakan teori Gestalt yang utama. Gestalt tidak memandang manusia
bagian perbagian. Manusia tidak bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya
saja, atau dari komponen psikisnya saja. Tetapi mengenal manusia harus
dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi psikis dan fisiknya. Selain itu,
mengenal manusia tidak didasarkan pada diri individu itu saja, tetapi
terintegrasi dengan lingkungan di mana individu tersebut berada. Perls (dalam
Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan sebagai suatu
keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon motorik, respon
perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.
Field
Theory adalah teori Gestalt yang menyatakan bahwa mengenal manusia harus
dilihat pula lingkungan di mana manusia itu berada. Dengan demikian, konselor
akan memberikan perhatian lebih kepada konseli terhadap interaksinya dengan
lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, tempat kerja). Dengan kata lain,
bahwa field theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan
medan (field) yang dialami oleh konseli. pada saat ini. Hal ini lebih daripada
hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam
hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993). The Figure-Formation Process
dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan pengorganisasian atau
memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.
Organismic
Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha dengan keras
untuk menjaga keseimbangan yang secara terus menerus diganggu oleh
kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga keseimbangan ini berjalan dengan
baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi utuh. Pada dasarnya manusia
memiliki kekuatan yang secara alami akan mengarahkan mereka untuk melakukan
proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses penyeimbangan ini berbentuk proses
asimilasi, mengakomodasi perubahan atau menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah
seringkali muncul saat seseorang berusaha untuk melakukan pemutusan kontak
(interruption contacts).
Saat
Ini (The Now)
Dalam pendekatan
Gestalt, situasi saat ini merupakan hal yang sangat penting (the most
significant tense). Sehingga dalam proses konseling, konseli akan diajak untuk
belajar mengapresiasi dan mengalami secara penuh keadaan saat ini. Gestalt
tidak akan mencari tahu apa yang telah terjadi di masa lalu, tetapi lebih pada
mendorong konseli untuk membicarakan saat ini. Pemusatan pada masa lalu akan
menjadi jalan bagi konseli untuk menghindari masalahnya. Joel dan Edwin (1992)
menyatakan ”What does this mean, "present centered"? In essence, it
means that what is important is what is actual, not what is potential or what
is past, but what is here, now”.
Untuk membantu
konseli memahami keadaan saat ini, maka konselor dapat membantu dengan
memberikan kata tanya “Apa” dan “Bagaimana”, dengan demikian, kata tanya
“Mengapa” adalah kata tanya yang sangat jarang dipergunakan (Zimberoff dan
Hartman, 2003). Bahkan, seringkali konselor memotong pembicaraan konseli, jika
konseli mulai berkutat dengan masa lalunya. Konselor akan memotong pembicaraan
konseli dengan pernyataan seperti, ”Apa yang kamu rasakan pada saat kakimu
bergoyang saat bicara?’ atau ”Dapatkah kamu merasakan tekanan suaramu? Tidakkah
kamu merasa ketakutan?” Usaha konselor ini adalah untuk mengembalikan kesadaran
konseli saat ini.
Konselor Gestalt
meyakini bahwa pengalaman masa lalu, seringkali mempengaruhi keadaan konseli
saat ini, terlebih jika pengalaman masa lalu memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian atau masalah yang dimiliki oleh konseli. Di lain pihak, karena
(mungkin) ketakutannya untuk menyelesaikan masalah, maka konseli cenderun untuk
secara terus menerus membicarakan masa lalunya. Untuk mengatasi masalah ini,
maka konselor dapat mengajak konseli untuk kembali ke saat ini dengan cara
“membawa fantasinya ke saat ini” dan mencoba untuk mengajak konseli untuk
melepaskan keinginannya. Sebagai contoh, seorang anak memiliki trauma dengan
perilaku ayahnya. Konselor tidak mengajak konseli untuk membicarakan apa yang
telah terjadi, tetapi lebih mengajak konseli untuk merasakan saat ini dan
berorientasi pada pada apa yang ingin dilakukan (semisal, berbicara dengan
ayahnya).
Urusan yang Belum Selesai (Unfinished
Bussines)
Individu seringkali
mengalami masalah dengan orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa
lalu yang belum terselesaikan atau terpecahkan disebut dengan Unfinished
Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan munculnya kemarahan (resentment),
amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain), cemas (anxiety), duka
cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda (abandonment).
Polster (dalam
Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku akibat unfinished
bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa orang lain
untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya
sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Sebagai contoh ada
seorang mahasiswa yang menganggap bahwa semua perempuan itu tidak baik.
Perilaku mahasiswa ini cenderung untuk menjauhi perempuan. Diketahui bahwa masa
lalu mahasiswa ini mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya sewaktu berusia
sekolah dasar (unfinished bussines). Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada
masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan dia
berperilaku menjauhi perempuan. Sebab, jika itu dilakukan, maka mahasiswa ini
akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir
menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif. Konselor Gestalt
akan berusaha untuk membantu mahasiswa ini merasakan apa yang terjadi saat ini.
Konselor akan menfasilitasi mahasiswa ini untuk menunjukkan situasi yang
terjadi saat ini. Mahasiswa dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak
produktif dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif.
Contact & Resisstance to Contact
Hal terpenting dalam
kehidupan manusia adalah malakukan kontak atau bertemu dengan orang lain di
sekitar. Kirchner (2008) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan
untuk melakukan kontak secara efektif dengan orang lain, dengan kemampuan itu,
maka individu akan dapat bertahan hidup dan tumbuh semakin matang. Semua kontak
yang dilakukan oleh individu memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berujung
pada bagaimana individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Perls menyatakan
bahwa proses kontak dilakukan dengan cara melihat, mendengar, membau, meraba
dan pergerakan. Lebih lanjut, Gestalt Institute of Cleveland (dalam Krichner,
2000) menunjukkan bahwa proses kontak terjadi karena tujuh tingkatan yaitu (a)
sensation, (b) awareness, (c) mobilization of energy, (d) action, (e) contact,
(f) resolution and closure, dan (7) withdrawal.
Proses kontak
individu dengan individu lain seringkali mengalami masalah. Masalah ini
seringkali muncul karena konseli cenderung untuk menghindari kontak dengan
keadaan saat ini dan orang lain. Krichner (2000) menyatakan ada empat hal yang
menjadi masalah konseli yaitu confluence, introjection, projection, dan
retroflection
Energy & Blocks to Energy
Pendekatan Gestalt
memperhatikan energy yang dimiliki oleh individu. Dimana teori ini berkeyakinan
bahwa untuk bisa menyelesaikan masalahnya, maka seseorang akan mengeluarkan
energy. Penutupan energy ini akan tampak pada keadaan fisik seseorang.
Seseorang yang tidak bisa mengeluarkan energinya, seringkali ditampakkan dengan
perilaku non verbal seperti, bernapas pendek-pendek, tidak focus dengan lawan
bicara, berbicara dengan suara tertahan, perhatian yang minimal terhadap sebuah
obyek, duduk dengan kaki tertutup, posisi duduk yang cenderung menjauhi lawan
bicara dan lain sebagainya. Sebagai contoh, seseorang yang pada saat ini ingin
marah, tetapi tertahan, maka tubuhnya akan mereaksi penahaman marah (sebagai
upaya pelepasan energy) dengan bentuk-bentuk seperti napas tersengal-sengal.
Dalam
proses konseling, konselor berusaha untuk membantu kondisi pelepasan energy
yang dimiliki oleh konseli. Pada awalnya konseli diajak untuk mengenal
perasaannya saat ini, dan kemudian membantu untuk melepaskan energi yang
tertahan tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)