Senin, 07 Januari 2013

Hubungan Psikologi Konseling dengan Psikiatri



Psikiatri merupakan spesialisasi yang sulit dibedakan dari kekhususan konseling. Perbedaan pokok antara psikiatri dan psikologi konseling dapat dilihat dari dua aspek yaitu : pendidikan tenaga dan masalah konseli.
Dilihat dari pendidikan tenaga, psikiatri lebihditekankan pada pendidikan medis yang dibangun di lingkungan kedokteran, sedangkan konseling lebih ditekankan pada pendidikan psikopedagogis artinya untuk menyiapkan tenaga konselor yang mampu memberikan pelayan psikologis dalam suasana pedagogis pada setting persekolahan maupun luar sekolah, dalam konteks kultur, nilai, dan religi yang diyakini konseli dan konselor.
Dilihat dari masalah konseli, perbedaan lain yang dapat ditonjolkan ialah bahwa psikiatri menangani masalah yang berhubungan dengan kondisi emosional yang lebih berat, sedangkan konseling menangani masalah emosi yang ringan seperti : kecemasan, stres ringan, depresi, konflik, ketergantungan, dan frustasi.
Sumber :
·         Bimo, Walgito. 1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
·         Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed). Jakarta: Kencana.

Stres Pada Setiap Periode Kehidupan



1.    Stres pada Masa Bayi
Situasi stres yang umumnya dialami oleh bayi meruapak pengaruh lingkungan yang tidak ramah. Selain itu, juga karena adanya keharusan bagi bayi untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orang orang tua. Dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut, ia harus mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau nalurinya. Tuntutan atau peraturan yang harus diikuti oleh bayi itu diantaranya menerima penyapihan dari ibunya, belajar cara makan dan mematuhi jadwal waktunya, serta berlatih buang air pada tempatnya dan bercebok setelahnya.
Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui proses yang tisak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah, bayi sering mengalami stres. Faktor lain dapat menyebabkan stres pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu yang ditandai dengan perlakuan ibu yang kasar, marah-marah, atau kurang memperhatikan kebutuhannya.
2.    Stres Pada Masa Anak
Stres pada anak-anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Stres yang bersumber dari keluarga antara lain kurangnya curahan kasih sayang dari orang tua dan perubahan status keluarga.
Sedangkan sumber yang berasal dari sekolah diantaranya sikap atau perlakuan guru yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru, dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk belajar.
3.    Stres Pada Masa Remaja
Pada kepercayaan yang sudah populer di masyarakat bahwa masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup seseorang. Sumber utama terjadinya stres pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi peraturan dan tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas atau independence dari peraturan tersebut.
Banyaknya reaksi penyesuaian remaja yang negatif merupakan pernyataan dari upaya-upaya untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-gejala umum kesulitan remaja dalam menyesuaikan diri ini antara lain membolos dari sekolah, bersikap keras kepala atau melawan, berbohong, dan lain sebagainya.
4.    Stres Pada Masa Dewasa
Stres yang dialami oleh orang dewasa pada umunya bersumber dari beberpa faktor. Di antaranya adalah karena kegagalan perkawinan, ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau kehilangan pekerjaan, ketidakpuasan dalam hubungan seks, penyimpangan seksual suami atau istri, monopause, gangguan kesehatan fisik, anak yang nakal, dan lain sebagainya.
Sumber :
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD.

Dampak Gaya Hidup Modern Terhadap Kehatan Mental Anak dan Remaja



1.    Kesehatan Mental
Seperti banyak orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami masalah-masalah kesehatan mental yang mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak. Masalah-masalah kesehatan mental dapat menyebabkan kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas, dan bunuh diri. Selain itu, masalah kesehatan mental pun dapat membatasi kemampuan mereka untuk menjadi orang yang produktif. Beberapa masalah kesehatan mental yang sering dialami oleh anak-anak dan remaja di antaranya adalah depresi, rasa cemas, hiperaktif, dan gangguan mental.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari lima orang anak dan remaja memiliki masalah kesehatan mental, dan satu dari sepuluh anak memiliki gangguan emosional yang serius. William G. Wagner (1996) melaporkan tentang gambaran kehidupan mental remaja di Amerika Serikat. Pada tahun 1990-an, remaja diimpresi sebagai periode helpless periode sehingga mengurangi harapan masa depan bagi diri mereka maupun masyarakat. Berdasarkan beberapa laporan tentang banyaknya remaja yang akrab dengan alkohol dan obat-obat trerlarang, senjata yang kaitannya dengan  kematian, dan hubungan seksual yang menyebarkan penyakit HIV.
Masalah kesehatan mental ini dialami juga oleh anak-anak dan  remaja di Indonesia. Menurut Machmud (salah seorang jajaran direksi Rumah Sakit jiwa di Bandung), dalam tiga bulan terakhir ini terjadi peningkatan gangguan jiwa di kalangan anak dan remaja di Jawa Barat, khususnya kota Bandung. Sebelumnya, pasien rawat jalan dari kalangan anak dan remaja hanya beberapa orang dalam satu bulan. Setelah bulan, mencapai angka antara 20-60 pasien rawat jalan per bulan. Adapun masalah yang melingkari mereka adalah kenakalan yang berlebihan, narkoba, daan gangguan belajar.
2.    Indikator Masalah Kesehatan Mental Pada Anak dan Remaja
Ada dua indikator dalam masalah kesehatan mental pada anak dan remaja, yaitu gangguan perasaan dan gangguan perilaku.
 a. Gangguan Perasaan
Gangguan perasaan sebagai indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja meliputi beberapa hal berikut :
1)   Perasaan sedih tak berdaya
2)   Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
3)   Perasaan tak berharga
4)   Perasaan takut, cemas, atau khawatir yang berlebihan
5)   Kurang bisa konsentrasi
6)   Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat
7)   Perasaan pesimis menghadapi masa depan
b.   Gangguan perilaku
Gangguan perilaku sebagai indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja meliputi beberapa hal berikut :
1)   Mengonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang
2)   Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
3)   Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat mengancam kehidupan yang
bersangkutan
4)   Melakukan diet secara terus menerus atau obsesi untuk memiliki tubuh yang
langsing
5)   Menghindari persahabatan, atau senang hidup menyendiri
6)   Sering melamun
7)   Sering menampilkan perilaku yang kurang baik, atau melakukan kenakalan di
Sekolah.
3.    Penyebab Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja 
  •  Faktor biologis 
  •  Faktor psikologis 
  •  Faktor lingkungan
Sumber :
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD.

Kamis, 03 Januari 2013

Konflik Dalam Sebuah Kelompok



Konflik adalah suatu proses sosial dimana individu-individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan (Santosa, 1998: 32).
Sedangkan, sebab terjadinya konflik antara lain (Santosa, 1998: 32) :
a.    Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu sehingga terjadi konflik di antara mereka.
b.    Adanya perbedaan kepribadian di antara mereka yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan.
c.    Adanya perbedaan kepentingan individu atau kelompok di antara mereka.
d.   Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai/sistem yang berlaku.
Berkaitan dengan konflik di dalam kelompok, Yusuf menjelaskan bahwa sebetulnya bentuk konflik bukan hanya bertolak dari bentuk interaksinya, melainkan memang terjadi setelah kelompok di bangun, dimana di antara tiap-tiap anggota terjadi konflik, mungkin saja konflik dalam peran, fungsi, tugas, dan konflik dalam jaringan komunikasi dengan atasan, dan sebagainya. Konflik dalam kelompok dapat terjadi akibat ketentuan norma yang berlaku tidak sesuai dengan norma pribadi individu selaku anggota kelompok, bisa pula terjadi karena penempatan posisi tang tidak diinginkan dalam suatu kelompok sebab kemampuan yang kurang dibanding dengan anggota kelompok dan melakukan konformitas sikap dan persepsi dalam kelompok lain (dalam hal ini kemampuan dasar seseorang), dan bisa pula karena kohesi suatu kelompok sangat rendah sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menarik individu anggota kelompok dan melakukan konformitas sikap dan persepsi dalam kelompok tersebut (Yusuf, 1999: 90).
Terdapat jenis kelompok yang menganggap suatu bentuk konflik memberi kekuatan kelompok untuk mengembangkan dirinya. Terdapat pula suatu kelompok yang menghindari konflik dan mementingkan kaseimbangan kelompok. Akan tetapi, konflik tetap akan muncul sejauh anggota kelompok tersebut tetap belum dapat menetapkan persepsi tehadap nilai, norma yang berlaku dalam suatu kelompok, dan di sini pula seorang pemimpin dituntut untuk menggembleng keadaan guna untuk menggerakkan kelompok tersebut ke arah pencapaian tujuan kelompok (Yusuf, 1999: 90).
Sumber :
Hartina, Sitti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika ADITAMA.