Selasa, 09 April 2013

Keterampilan untuk Mengadakan Tindakan Positif dan Perubahan Perilaku Klien



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tiap keluarga akan senantiasa menghadapi berbagai masalah, tetapi kemampuan untuk mengatasinya tidak terlalu memadai. Karena itu harus ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota keluarga dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar. Usaha itu harus dimulai oleh keluarga itu sendiri atau oleh seorang ahli yang dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah keluarga itu memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam keluarga.
Kita menyadari bahwa bahtera perkawinan tidak selamanya dapat mengarungi samudera dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk, berbagai masalah dapat timbul dalam keluarga yang pada gilirannya akan menjadi benih yang mengancam kehidupan perkawinan dan berakibat keretakan atauperceraian. Sebelum hal ini terjadi di keluarga atau anggota keluarga hendaklah berusaha untuk mencegahnya dengan memperbaiki hubungan dalam keluarga dan kadang-kadang memerlukan campur tangan orang luar dalam usaha membantu keluarga itu untuk mengatasi situasi konflik tersebut.
1.2 Tujuan
1.      Memperoleh wawasan tentang tekhnik-tekhnik Bimbingan dan Konseling Keluarga.
2.      Memahami tekhnik-tekhnik dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga.
3.      Memahami teknik keterampilan untuk mengadakan tindakan positif dan perubahan
      perilaku klien.


BAB II
PEMBAHASAN
Keterampilan ini tampaknya banyak diwarnai oleh aliran behavioral therapy (terapi prilaku). Tujuannya agar setelah konseling maka konseli mengalami perubahan perilaku dan mampu melakukan tindakan positif.
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan maslah system etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
a.       Pendekatan empiric objektif terhadap tujuan-tujuan klien
b.      Perubahan terhadap lingkungan klien
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku ditntut keahlian khusus. Adapu keterampilan teknikyang termasuk dalam bagian ini adalah:
a.       Modeling. Modeling adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru klien hendaklah yang positif dan sesuai dengan tujuan klien. Adapun prinsif-prinsif umum penggunaan teknik modeling adalah sebagai berikut:
1)   Tentukan dulu model perilaku mana yang menarik bagi klien.
2)   Tentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai.
3)   Pilihlah model yang terpercaya dan sesuai dengan usia, jenis kelamin dan budaya bangsa.
4)   Tentukan cara simulasi dan praktikum modeling itu.
5)   Buat atau persiapkan dulu format modeling, skrip, dan urutan-urutan permainan peranan.
6)   Diskusi dengan klien tentang reaksi-reaksinya dalam hal perasaan, belajar dan sugesti.
7)   Klien akan melakukan model itu secara informasi terus menerus hingga ia berhasil.

b.      Rewarding skill (keterampila memberikan reward atau ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberikan penguat (reinforcement) kepada klien yang:
1)      Berhasil mengatasi perilakunya yang kurang baik.
2)      Mengubah perilaku yang tidak diinginkan oleh klien.
3)      Dapat memelihar perilaku yang baik (perilaku baru).
Prinsip umum skill ini adalah:
Pertama, bahwa reward dan system insentif harus dapat mempertahankan derajat perilaku yang tinggi dalam waktu lama.
Kedua, reward hendaknya sesuai dengan perilaku yang diinginkan
Ketiga, reward hendaknya cukup kuat dalam menciptakan perilaku baru penguat atau reward (hadiah) dapat diberikan berupa pujian, semangat, hadiah, benda, senyuman, dan pegangan pada bahu. 

c.       Contracting skill (keterampilan mengadakan persetujuan dengan klien). Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan klien tentang tugas-tugas khusus. Peran reward disini amat penting.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dalam materi keterampilan untuk mengadakan tindakan positif dan perubahan perilaku klien didasari oleh aliran behavioral therapy (terapi perilaku), tujuannya agar konseli bisa mengalami perubahan tingkah laku dan mampu melakukan hal-hal yang bersifat positif.
Di dalam keterampilan teknik ini ada beberapa yang mendasari keterampilan teknik konseling tersebut, antara lain : modeling, rewarding skills dan contracting skills.
 


DAFTAR PUSTAKA
Ø  Borneo, Bemby. “Modifikasi Perilaku.”
Ø  Freesri. “Tekning Konseling Keluarga.”
Ø  Willis, Sofyan. 2011. Konseling keluarga (family counseling). Bandung: Alfabeta.

Senin, 01 April 2013

Kode Etik Konselor



KODE ETIK KONSELOR
A.    Pengertian
Kode etik bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap profesional bimbingan konseling Indonesia.
B.     Dasar Kode Etik Profesi BK
1.      Pancasila. Hal ini mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.
2.      Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan konseli sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
C.    Kualifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor
1.      Kualifikasi
a.       Memiliki nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, serta wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling.
b.      Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor.
c.       Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, dan wawasan yang harus dimiliki konselor adalah sebagai berikut :
1)      Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya.
2)      Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib, dan hormat.
3)      Konselor harus wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional.
4)      Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi, dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk material, finansial, dan popularitas.
5)      Konselor wajib terampil dalam menggunakan teknik dan prosedur khusus dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2.      Pengakuan Kewenangan
a.       Pengakuan keahlian
b.      Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya.
D.    Informasi, Testing, dan Riset
1.      Penyimpanan dan Penggunaan Informasi
a.       Catatan tentang diri konseli seperti wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman, dan data lain merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
b.      Penggunaan data atau informasi dimungkinkan dipakai untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konseli dirahasiakan.
c.       Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.
d.      Penggunaan informasi tentang konseli dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan konseli dan tidak merugikan konseli.
e.       Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
2.      Testing
a.       Suatu jenis tes hany diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
b.      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan.
c.       Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada konseli dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, serta arti dan kegunaannya.
d.      Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
e.       Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain, baik dari konseli maupun sumber lain.
f.       Hasil tes hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada konseli.

3.      Riset
a.       Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subjek.
b.      Dalam melaporkan hasil riset, identitas konseli sebagai subjek wajib dijaga kerahasiaannya.
E.     Proses Pelayanan
1.      Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
a.       Konselor wajib menangani konseli selama ada kesempatan dalam hubungan antara konseli dengan konselor.
b.      Konseli sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkret.
c.       Sebalinya, konselor tidak melanjutkan hubungan bila konseli tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.
2.      Hubungan dengan Konseli
a.       Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas, dan keyakinan konseli.
b.      Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
c.       Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
d.      Konselor tidak memaksa seseorang untuk memberi bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.       Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun, terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
f.       Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas, sepanjang dikehendaki konseli.
g.      Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
h.      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli.
i.        Konselor tidak memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara dan teman-teman karibnya sepangjang hubungan profesional.
F.     Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan Sejawat
1.      Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Jika konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling maka ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkung profesi dengan izin dari konselinya.
2.      Alih Tangan Kasus
a.       Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan konseli bila ia menyadari tidak dapat memberikan bantuan kepada konseli.
b.      Bila pengiriman ke ahli disetujui oleh konseli maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada konseli dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang mempunyai keahlian yang relevan.
c.       Bila konselor berpendapat bahwa konseli perlu dikirim ke ahli lain, namun konseli menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan baik atau buruknya.
3.      Hubungan Kelembagaan
Dalam hubungan kelembagaan, terdapat dua prinsip umum. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Prinsip umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpanan dan penyebaran informasi konseli. Hubungan kerahasiaan antara konselor dengan konseli juga berlaku bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
b.      Konselor bertindak sebagai konsultan disuatu lembaga. Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi bimbingan, dan konselor tidak bekerja atas dasar komersial.
4.      Keterikatan Kelembagaan
a.       Setiap konselor yang bekerja dalam suatu lembaga, selama pelayanan konseling, tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
b.      Konselor wajib mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tersebut dalam menjalankan profesinya.
c.       Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahui program kegiatan lembaga tersebut, dan pekerjaan konselor dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
d.             Jika konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan atau kebijaksanaan lembaga tersebut maka konselor wajib mengundurkan diri.
5.      Praktik Mandiri dan Laporan Kepada Pihak Lain
a.      Konselor Praktik Mandiri
1)      Konselor yang praktik mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu tetap menaati kode etik jabatan sebagai konselor, dan berhak mendapat perlindungandari rekan seprofesi.
2)      Konselor privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi, yakni ABKIN.
b.      Laporan Kepada Pihak Lain
Jika konselor perlu melaporkan suatu hal tentang konseli kepada pihak lain (seperti pimpinan tempat kerja), atau diminta oleh ptugas suatu badan di luar profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tersebut, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib bijaksana. Ia harus berpedoman pada suatu pegangan bahwa dengan berbuat begitu, konseli tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
6.      Ketaatan Pada Profesi
a.      Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
1)      Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli.
2)      Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli atau menerima komisi atau membalas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.
b.      Pelanggaran Terhadap Kode Etik
1)      Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia manaati kode etik.
2)      Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat merugikan diri sendiri, konseli, lembaga, dan pihak lain yang terkait.
3)      Pelanggaran terhadap kode etik mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
Sumber: Mahsudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD