KODE ETIK KONSELOR
A.
Pengertian
Kode etik
bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh
setiap profesional bimbingan konseling Indonesia.
B.
Dasar
Kode Etik Profesi BK
1. Pancasila.
Hal ini mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan
terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang
bertanggung jawab.
2. Tuntutan
profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan konseli sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
C. Kualifikasi dan Kegiatan
Profesional Konselor
1. Kualifikasi
a.
Memiliki nilai, sikap, keterampilan,
pengetahuan, serta wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling.
b. Memperoleh
pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor.
c.
Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan,
dan wawasan yang harus dimiliki konselor adalah sebagai berikut :
1)
Konselor wajib terus-menerus berusaha
mengembangkan dan menguasai dirinya.
2)
Konselor wajib memperlihatkan
sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya,
jujur, tertib, dan hormat.
3)
Konselor harus wajib memiliki rasa
tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya,
khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan
tingkah laku profesional.
4)
Konselor wajib mengusahakan mutu kerja
yang tinggi, dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk material,
finansial, dan popularitas.
5)
Konselor wajib terampil dalam
menggunakan teknik dan prosedur khusus dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah
ilmiah.
2. Pengakuan Kewenangan
a.
Pengakuan keahlian
b.
Kewenangan oleh organisasi profesi atas
dasar wewenang yang diberikan kepadanya.
D. Informasi, Testing, dan Riset
1. Penyimpanan dan Penggunaan
Informasi
a.
Catatan tentang diri konseli seperti
wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman, dan data lain merupakan informasi
yang bersifat rahasia, dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
b.
Penggunaan data atau informasi
dimungkinkan dipakai untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor
sepanjang identitas konseli dirahasiakan.
c.
Penyampaian informasi tentang konseli
kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.
d.
Penggunaan informasi tentang konseli
dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat
dibenarkan, asalkan untuk kepentingan konseli dan tidak merugikan konseli.
e.
Keterangan mengenai informasi profesional
hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan
menggunakannya.
2. Testing
a.
Suatu jenis tes hany diberikan oleh
konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
b.
Testing dilakukan bila diperlukan data
yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subjek untuk kepentingan
pelayanan.
c.
Konselor wajib memberikan orientasi yang
tepat kepada konseli dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, serta arti
dan kegunaannya.
d.
Penggunaan suatu jenis tes wajib
mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
e.
Data hasil testing wajib diintegrasikan
dengan informasi lain, baik dari konseli maupun sumber lain.
f.
Hasil tes hanya dapat diberitahukan
kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada konseli.
3. Riset
a.
Dalam mempergunakan riset terhadap
manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subjek.
b.
Dalam melaporkan hasil riset, identitas
konseli sebagai subjek wajib dijaga kerahasiaannya.
E. Proses Pelayanan
1. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
a.
Konselor wajib menangani konseli selama
ada kesempatan dalam hubungan antara konseli dengan konselor.
b.
Konseli sepenuhnya berhak mengakhiri
hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil
konkret.
c.
Sebalinya, konselor tidak melanjutkan
hubungan bila konseli tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.
2. Hubungan dengan Konseli
a.
Konselor wajib menghormati harkat,
martabat, integritas, dan keyakinan konseli.
b.
Konselor wajib menempatkan kepentingan
konselinya diatas kepentingan pribadinya.
c.
Konselor tidak diperkenankan melakukan
diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial
tertentu.
d.
Konselor tidak memaksa seseorang untuk
memberi bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.
Konselor wajib memberi pelayanan kepada
siapapun, terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
f.
Konselor wajib memberikan pelayan hingga
tuntas, sepanjang dikehendaki konseli.
g.
Konselor wajib menjelaskan kepada
konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab
masing-masing dalam hubungan profesional.
h.
Konselor wajib mengutamakan perhatian
terhadap konseli.
i.
Konselor tidak memberikan bantuan
profesional kepada sanak saudara dan teman-teman karibnya sepangjang hubungan
profesional.
F. Konsultasi dan Hubungan dengan
Rekan Sejawat
1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Jika
konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling maka ia wajib
berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkung profesi dengan izin dari
konselinya.
2. Alih Tangan Kasus
a.
Konselor wajib mengakhiri hubungan
konseling dengan konseli bila ia menyadari tidak dapat memberikan bantuan
kepada konseli.
b.
Bila pengiriman ke ahli disetujui oleh
konseli maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada konseli dengan
bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang mempunyai
keahlian yang relevan.
c.
Bila konselor berpendapat bahwa konseli
perlu dikirim ke ahli lain, namun konseli menolak pergi melakukannya, maka
konselor mempertimbangkan baik atau buruknya.
3. Hubungan Kelembagaan
Dalam
hubungan kelembagaan, terdapat dua prinsip umum. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Prinsip umum dalam pelayanan individual,
khususnya mengenai penyimpanan dan penyebaran informasi konseli. Hubungan
kerahasiaan antara konselor dengan konseli juga berlaku bila konselor bekerja
dalam hubungan kelembagaan.
b.
Konselor bertindak sebagai konsultan
disuatu lembaga. Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar
pokok profesi bimbingan, dan konselor tidak bekerja atas dasar komersial.
4. Keterikatan Kelembagaan
a.
Setiap konselor yang bekerja dalam suatu
lembaga, selama pelayanan konseling, tetap menjaga rahasia pribadi yang
dipercayakan kepadanya.
b.
Konselor wajib mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga
tersebut dalam menjalankan profesinya.
c.
Konselor yang bekerja dalam suatu
lembaga wajib mengetahui program kegiatan lembaga tersebut, dan pekerjaan
konselor dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga
tersebut.
d.
Jika
konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan atau kebijaksanaan
lembaga tersebut maka konselor wajib mengundurkan diri.
5. Praktik Mandiri dan Laporan Kepada
Pihak Lain
a. Konselor Praktik Mandiri
1)
Konselor yang praktik mandiri (privat)
dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu tetap menaati kode etik
jabatan sebagai konselor, dan berhak mendapat perlindungandari rekan seprofesi.
2)
Konselor privat wajib memperoleh izin
praktik dari organisasi profesi, yakni ABKIN.
b. Laporan Kepada Pihak Lain
Jika
konselor perlu melaporkan suatu hal tentang konseli kepada pihak lain (seperti
pimpinan tempat kerja), atau diminta oleh ptugas suatu badan di luar
profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tersebut, maka dalam memberikan
informasi itu ia wajib bijaksana. Ia harus berpedoman pada suatu pegangan bahwa
dengan berbuat begitu, konseli tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
6. Ketaatan Pada Profesi
a. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
1)
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya,
konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan
profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli.
2)
Konselor tidak dibenarkan
menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan
pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli atau menerima komisi atau
membalas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.
b. Pelanggaran Terhadap Kode Etik
1)
Konselor wajib mengkaji secara sadar
tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia manaati kode etik.
2)
Konselor wajib senantiasa mengingat
bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat merugikan diri sendiri,
konseli, lembaga, dan pihak lain yang terkait.
3)
Pelanggaran terhadap kode etik
mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
Sumber: Mahsudi, Farid. 2012.
Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar