Rabu, 01 Mei 2013

Konseling Eklektik



Eklektikisme (electicsm) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori, atau doktrin, yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yang tepat. Teori-teori yang dipelajari tersebut dalam beberapa hal dapat dikatakan benar sekalipun tampak satu dengan lainnya saling bertentangan. Eklektikisme berusaha untuk mempelajari teori-teori yang ada dan menerapkannya dalam situasi yang dipandang tepat.
            Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu secara ekslusif. Eklektikisme berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur dan teknik. Kerena itu eklektikisme “dengan sengaja” mempelajari berbagai teori dan menerapkannya sesuai dengan keadaan riil konseli.
            Konseling eklektik dapat pula disebtu dengan pendekatan konseling integratif. Perkembangan pendekatan ini sudah dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C. Thorne menyumbangkan pikirannya dengan mengumpulkan dan mengevaluasi semua metode konseling yanga ada (Gilliland dkk., 1984).
            Dari tahun 1945 hingga meninnggalnya tahun 19778, Thorne telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi upaya pengintegrasian seluruh pengetahuan psikologi ke dalam pendekatan yang sistematis dan komprehensif untuk konseling dan psikoterapi. Dari kerja kerasnya ini Thorne memperoleh sambutan positif dan sangat luas dari kalangan psikolog. Hal ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa pada 1945 tidak ada anggota APA khususnya Devisi Psikologi Klinis yang berkiblat pada ekletik, dan pada 1970 lebih 50% anggota APA telah merujuk pada ekletik. Pertengahan tahun 1970-an 64% telah berorientasi pada eklektik (Gilliland dkk., 1984). Oleha karena itu, menurut prochoska (1984), konseling eklektik telah menjadi aliran konseling yang paling populer di antara terapi modern yang ada.
            Di antara ahli-ahli eklektik adalah brammer dan shostrom (1982) sejak 1960 yang mengembangkan model konseling yang dinamakan “actualization counseling”, dan telah membawa konseling ke dalam kerangka kerja lebih luas, yang tidak terbatas pada satu perdekatan tetapi mengupayakan pendekatan yang integratif dari berbagai pendekatan.
            Pada akhir 1960-an hingga 1977, R.carkhuff juga telah mengembangkan konseling eklektik, dengan cara melakukan testing dan riset secara konprehensif, sistematik, dan terintegratif. Ahli lain yang turut membantu pengembangan konseling ekletik diantaranya G. Egan (1975) dengan istilah systemic helping, prochaska (1984) dengan nama integrative eclectic.
A.      PERBANDINGAN EKLEKTIK DENGAN PENDEKATAN LAIN
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian di atas bahwa eklektik berusaha mempelajari berbagai teori dan mmenerapkannya sesuai dengan keadaan konseli. Berangkat dari cara pandangan eklektik yang demikian ini yang perlu mendapatkan jawaban adalah di mana keistimewaan pendekatan ini dibandingkan dengan teori-teori yang lain? Untuk memberikan jawab terhadap pertanyaan ini Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme, dan eklektikisme. Perbedaan ketiga aliran ini dijelaskan sebagai berikut.
1.      Formalisme atau puritisme
Penganut formalitas ini akan “menerima tau tidak sama sekali” sebuah teori. Dia setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoretiknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya. Dengan demikian penganut formalisme akan menerima apa adanya tanpa kritik.
2.      Sinkretisme
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap teori adalah baik, efektif, dan positif. Kalangan sinkretisme akan menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Dihubung-hubungkan teori-teori itu tanpa ada sistem yang jelas dan teratur. Penganut sinkretisme akan mencampur aduk teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
3.      Ekelektikisme
Penganut pandanganeklektik akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan unggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah konseli dan situasinya. Konselor menyeleksi teori-teori yang ada dan membawa ke dalam kerangka kerja prinsip-prinsip teoretik dan prosedur praktis.
Atas dasar pengertian ini maka penganut konseling eklektik akan menggunakan konsep-konsep secara tetap dari teori itu. Jika teori (A) lebih tepat untuk kasus konseli dia akan menggunakannya, jika tidak akan dipilih teori lain yang lebih sesuai. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan prochaska (1984) bahwa konseling eklektik merupakan penerapan prinsip-prinsip psikologi untuk memecahkan masalah-masalah personal, dengan menerapkan prinsip-prinsip khusus yang ditetapkan berdasarkan masalah khusus yang dipecahkan.
Konseling eklektik ini tampaknya tepat sebagaimana digambarkannya oleh Keeney B. P. (Cottone, 1992: 199) “different music is played at different times”, karena eklektik pada suatu saat akan menggunakan konseling humanistik dan saat lain dapat menggunakan behaviorisme sesuai dengan masalah yang dihadapi konselinya.
Kecocokan antara masalah dengan pendekatan yang digunakan merupakan pertimbangan utama konselor dalam menetapkan jenis pendekatan apa yang hendak digunakan. Oleh karena itu, konselor eklektik semestinya memahami berbagai pendekatan dan memiliki kemampuan untuk menerapkannya dalam situasi yang diharapkan (prochaska, 1992). Misalnya untuk kasus konseli dengan gangguan neurosis organik oleh prochaska disarankan menggunakan psikoanalisis, sementara konseli dengan masalah yang berhubungan dengan modifikasi perilaku sebaiknya menggunakan konseling behavior.
Pendekatan eklektik ini sangatlah ilmiah, sistematik, dan logis. Konselor tidak perlu terikat dengan salah satu teori. Dalam pendekatan eklektik konselor menjalankan konseling secara sesuai dengan situasi konseli. Mereka tidak bekerja secara serampangan, emosional, popularitas, interes khusus, ideologi atau asa kemauannya dirinya sendiri. Lebih dari itu pendekatan eklektik itu sendiri secara konstan berkembang dan berubah sesuai dengan ide, konsep dan teknik serta hasil-hasil riset mutakhir.
B.       TEORI KEPRIBADIAN
Sebagaiman yang dikemukakan Gilliland dkk. (1984) konseling eklektik merupakan teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut eklektik beranggapan bahwa konselor eklektik pada dasarnya peduli dengn teori kepribadian. Mereka menerima bahwa validasi pendekatan eklektik tergantung pada pengetahuan yang dimiliki.
            Eklektik menguatamakan aspek kondisi psikologis dari pada sifat kepribadian sebagai fokus sentral yang lain dari kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan terus-menerus, selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gilliland dkk., 1984). Menurutnya, “hukum perubahan universal” menyatakan bahwa tingkah laku adalah hasil dari : (a) status organisme, tetapi tidak statis, (b) status situasi dalam perubahan lingkungan interpersonal, dan (c) sistuasi atau kondisi umum.
C.      TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling menurut eklektik merupakan membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang idel ini maka konseli perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan konseli secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagaimana. Konselor dalam mencapai tujuan ini dapat berperan secara bervariasi, misalnya sebagai konselor, psikiater, guru, konsultan, fasilitator, mentor, advisor, atau pelatih.
D.      STRATEGI KONSELING
Ø  Hubungan konselor dan konseli
Ø  Interview
Ø  Assessment
Ø  Perubahan ide
E.       TAHAPAN KONSELING
·         Tahap eksplorasi masalah
·         Tahap perumusan masalah
·         Tahap identifikasi alternatif
·         Tahap perencanaan
·         Tahap tindakan atau komitmen
·         Tahap penilaian dan umpan balik
F.       PERANAN KONSELOR
Peran konselor eklektik sebenarnya tidak terdefinisi secara khusus. Hanya saja dikemukakan peran konselor sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan dalam proses konseling itu. Jika dalam proses konseling itu menggunakan psikoanalisis, maka peran konselor adalah sebagai psikoanalisis, sementara jika pendekatan yang digunakan adalah berpusat pada konseli maka perannya sebagai pertner konseli dalam membuka diri terhadap segenap pengalamannya.
Beberapa ahli eklekik memberi penekanan bahwa konselor perlu memberi perhatian kepada konseli, menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan yang diinginkan konseli. Pada dasarnya seluruh pendekatan berkeinginan membantu konseli mengubah diri konseli sebagaimana yang dia alami.

1 komentar: